Dosen
:Dr. H. Muh Alwi Uddin, S.Ag., M.Ag.
AIK
III
"MANUSIA
LEBIH MULIA DIBANDING MALAIKAT, DAN LEBIH HINA DARI BINATANG"
OLEH
:
KELOMPOK
6
INA
MUSTIKA AYU (105730457613)
SARTIKA
(105730457713)
FITRAHYANA
IBRAHIM (105730457813)
ST.LULU
NADIRA (105730457913)
TRI
ETIKA WULANDARI (105730458313)
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Assaalamu
alaikum wr. wb.
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat ALLAH Swt,atas rahmat dan hidayahnya_lah sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalahnya dengan baik,tidak lupa pula kita kirimkan
shalawat dan taslim atas Nabi besar Muhammad Saw,yang telah membawh kita dari
alam kegelapan kealam yang terang menderang.
Tidak lupa pula penulis
mengucapkan banyak terimah kasih kepada dosen pembimbing,dan para pembaca
dimana makalah ini penulis sadari bahwah makalah ini belum mendekati
kesempurnaan,karena kesempurnaan hayalah milik Allah Swt.Dan penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca,atas kritik dan
sarannya penulis mengucapkan bayak terimah kasih.
Wasalamu Alaikum
wrwb.
Makassar,14
januari 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….3
BAB I
PENDAHUALUAN : ………………………………………………………………4
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………4.1
B. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………4.1
C. MANFAAT PENULISAN ………………………………………………4.1
BAB II
PEMBAHASAN : ………………………………………………………………5
KESIMPULAN ……………………………………………………………...13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Perlu disampaikan terlebih dahulu,
pengetahuan kita tentang malaikat, khususnya umat Islam, berpedoman kepada
informasi yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadits, karena keduanya memang
berasal dari Allah yang Maha Tahu, Al-Qur’an adalah wahyu dengan redaksi
kalimat yang sepenuhnya berasal dari Allah, sedangkan hadits adalah wahyu yang
redaksi kalimatnya berasal dari Rasulullah, namun keduanya adalah wahyu juga
(dengan catatan hadits yang dimaksud memang berasal dari ucapan Rasulullah).
Sebagai seorang Muslim, kita tidak mengetahui tentang malaikat diluar jalur
tersebut. Mungkin saja ada yang mengenal malaikat melalui kontak langsung
misalnya Lia Aminuddin yang mengaku nabi dan menikah dengan malaikat Jibril,
atau juga banyak orang yang menyatakan diri sebagai wali atau orang sakti
karena mengaku telah bertemu malaikat, namun baiknya hal tersebut kita abaikan
saja.
B .RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan dari uraian yang disampaika penulis
diatas dengan ini,penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Apa yang disebut dengan malaikat ?
b. Perbedaan malaikat dengan manusia ?
C.MANFAAT
PENULISAN
Agar kita selalu mengingat kepada sang
pencipta yaitu Allah swt ,tidak pernah lalai dari segalah perintah_nya serta
menjauhkan diri dari segalah yang dilarangnya dan memposisikan diri kita bahwa
kita hidup didunia ini hayalah sementara.
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi Al-Qur’an dan hadits menyatakan
malaikat diciptakan Allah dengan desain sebagai makhluk yang dimuliakan :
Dan
mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai)
anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah
hamba-hamba yang dimuliakan, (Al-Anbiyaa': 26)
Bentuk
kalimat ‘makhluk yang dimuliakan’ adalah kalimat pasif, artinya kemuliaan
malaikat bukan merupakan hasil dari tindakan bebas mereka untuk menjadi mulia,
tapi karena memang sudah ‘dicetak’ seperti itu.
Penjelasan
Al-Qur’an yang lain tentang sosok malaikat misalnya : Malaikat selalu mentaati
perintah Allah dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya (QS 21:27), menjalankan
kewajiban yang penting seperti menyangga ‘arsy (QS 69:17) mengatur urusan yang
terkait kehidupan manusia (QS 79:5), mengambil nyawa manusia dan makhluk hidup
lain (QS 7:37), sebagai pengawas dan pencatat perbuatan manusia (QS 82:10-12).
Semua penjelasan tersebut menunjukkan malaikat berfungsi sebagai ‘instrument’
yang melengkapi kehidupan manusia, sebagai ‘perpanjang-tangan’ Allah dalam
interaksi-Nya dengan manusia.
Malaikat
tidak mempunya nafsu, Al-Qur’an menceritakan bahwa mereka tidak memiliki nafsu
untuk makan dan minum melalui kisah kedatangan mereka kepada nabi Ibrahim dan
menolak makanan yang disodorkan beliau (QS 11:69-70). Dalam suatu pernyataannya
Ali bin Abi Thalib menyatakan :“Tidak ada kelelahan dan kelalaian di dalam diri
mereka, serta tidak pula ada penentangan … Rasa kantuk tidak pernah terlihat
pada wajah-wajah mereka, dan akal mereka tidak akan pernah berada dalam
kekuasaan hawa nafsu dan kelalaian. Badan mereka tidak pernah diselimuti oleh
rasa lelah, dan mereka pun tidak pernah berada dalam sulbi seorang ayah dan
rahim seorang ibu.”
Dengan
demikian maka malaikat juga tidak pernah melakukan jihad karena inti dari jihad
adalah pengorbanan harta dan nyawa. Ketika Allah menugaskan para malaikat
membantu kaum muslimin dalam perang Badar (QS 33:9), hal tersebut tidak bisa
diartikan malaikat ikut berjihad, karena mereka tidak akan pernah mati dan
bahkan tidak akan capek dan lelah, apalagi harus kehilangan harta pada saat
itu. Berbeda dengan manusia, akibat dari desain mereka yang bisa melakukan
pengorbanan maka manusia memiliki konsep jihad yang bisa mereka pilih untuk
dilakukan.
Malaikat
juga bukan berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Al-Qur’an mencela kaum
musyrik Makkah ketika mereka menyatakan malaikat berjenis kelamin perempuan :
"Dan
mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah
Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan
penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan
mereka akan dimintai pertanggung-jawaban." (Az-Zhukhruf:19)
Sebaliknya,
sekalipun dalam beberapa kasus, malaikat menampakkan diri sebagai sosok
laki-laki, namun tidak ada nash yang menyatakan malaikat berjenis kelamin
laki-laki. Karena itu bisa dikatakan malaikat juga tidak memiliki nafsu
seksual. Al-Qur’an juga menyatakan bahwa malaikat tidak memiliki kebebasan
untuk memilih, berinsiatif dan keinginan, semata-mata hanya menjalankan
perintah :
"mereka
itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya." (Al-Anbiyaa 27-28)
Berdasarkan
dalil Al-Qur’an dan hadist diatas, kita bisa memberikan gambaran bahwa sosok
malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah semata-mata untuk beribadah,
tidak memiliki kehendak dan keinginan pribadi, hanya bergerak dalam
perbuatan-perbuatan mulia karena memang telah dimuliakan oleh Allah.
Sebaliknya, kesempurnaan manusia terletak kepada kehendak bebas yang telah
ditanamkan Allah dalam desain manusia, Allah menyatakan ;
"dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
(Asy-Syams 7-10)
Ketika
manusia menjadi mulia, maka kemuliaannya merupakan hasil dari pilihannya sendiri,
jelas ini berbeda dengan kemuliaan malaikat yang telah ditetapkan untuk
dimuliakan Allah. Kita menjadi mulia diatas banyaknya alternatif untuk tidak
menjadi mulia, hal ini tentu saja berbeda ‘bobotnya’ kalau kemuliaan tersebut
kita dapatkan karena tidak ada alternatif lain dan memang menjadi satu-satunya
pilihan.
Manusia
yang mampu memuliakan diri mereka dikatakan Al-Qur’an dengan sebutan ‘khairul
bariyyah’ :
inna
alladziina aamanuu wa'amiluu shaalihaati ulaa-ika hum khayru albariyyati
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk." (Al-Bayyinah 7)
Dalam ayat ini Allah tidak menyebut manusia yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dengan kata ‘al-khalqa’ seperti halnya ketika Dia menyebut manusia pada
ayat lain, misalnya QS 10:4,QS10:34,QS27:74yang diartikan sebagai : ciptaan.
Pada Al-Bayyinah 7 manusia diistilahkan dengan ‘al-bariyyah’ yang berasal dari
akar kata ‘ba-ra-alif’ yang menurunkan kata dalam bahasa Arab yang diartikan
bebas, berlepas diri (QS 43:26) , dan (QS 54:43), maka istilah ‘sebaik-baiknya
makhluk’ tersebut mempunyai nuansa bahwa kebaikan tersebut berasal dari pilihan
bebas yag sudah ditanamkan Allah dalam diri manusia. Sebaliknya pada ayat
sebelumnya Allah juga menyebut istilah ‘syarrul bariyyah’ – seburuk-buruknya
makhluk untuk manusia yang ingkar,artinya keburukan tersebut muncul dari
pilihan manusia itu sendiri.
Pemahaman dari pemakaian kata ini juga bisa diartikan bahwa kebaikan dan keburukan manusia tersebut merupakan kondisi ‘yang paling’ diantara seluruh makhluk ciptaan, bahwa manusia yang beriman dan beramal saleh merupakan makhluk yang terbaik diantara semua makhluk, termasuk malaikat, sebaliknya bagi mereka yang ingkar akan menjelma menjadi makhluk terburuk termasuk dibandingkan dengan binatang sekalipun (QS 7:179). Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan :”Abu Hurairah dan sejumlah ulama telah menjadikan surat Al-bayyinah 7 ini sebagai dalil pengutamaan orang-orang mukmin atas para malaikat”.(Tafsir IbuKatsirjilid8,hal518)
Beberapa tahun lalu kita mendapatkan berita dari media massa tentang penduduk suatu desa yang menemukan seorang bayi yang baru lahir tergeletak menangis dikebun terpencil, sekujur tubuhnya dikerubuti semut karena masih terbalur dengan air ketuban, bayi tersebut ternyata dibuang ibunya yang malu karena melahirkan anak haram diluar nikah. Bayangkan.., bahkan Iblis-pun tidak akan sanggup membuang anaknya dengan cara demikian. Pada peristiwa lain seperti diceritakan oleh Ahmad Deedat dalam suatu ceramahnya, beliau mengisahkan kejadian terjangan badai pada suatu kota dipinggir laut di Afrika Selatan. Dalam kondisi darurat tersebut para penduduk melihat seekor anjing sedang berjuang melawan maut karena terseret ombak besar. Mereka lalu berusaha menolong anjing dengan berpegangan tangan, mempertaruhkan nyawa mereka agar bisa menjangkau anjing yang terseret ketengah laut tersebut. Bayangkan lagi, bahkan malaikat-pun tidak akan mau melakukan hal seperti itu.
‘Kebanggaan’ Allah terhadap kesempurnaan manusia tergambar dalam ayat Al-Qur'an ini :
"sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."(At-Tiin:4)
Manusia bisa memuliakan diri mereka melebihi malaikat, dan juga menghinakan diri lebih rendah dari binatang, sebab manusia telah di desain Allah dengan tingkat kesempurnaan yang melebihi dari makhluk manapun.
Pemahaman dari pemakaian kata ini juga bisa diartikan bahwa kebaikan dan keburukan manusia tersebut merupakan kondisi ‘yang paling’ diantara seluruh makhluk ciptaan, bahwa manusia yang beriman dan beramal saleh merupakan makhluk yang terbaik diantara semua makhluk, termasuk malaikat, sebaliknya bagi mereka yang ingkar akan menjelma menjadi makhluk terburuk termasuk dibandingkan dengan binatang sekalipun (QS 7:179). Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan :”Abu Hurairah dan sejumlah ulama telah menjadikan surat Al-bayyinah 7 ini sebagai dalil pengutamaan orang-orang mukmin atas para malaikat”.(Tafsir IbuKatsirjilid8,hal518)
Beberapa tahun lalu kita mendapatkan berita dari media massa tentang penduduk suatu desa yang menemukan seorang bayi yang baru lahir tergeletak menangis dikebun terpencil, sekujur tubuhnya dikerubuti semut karena masih terbalur dengan air ketuban, bayi tersebut ternyata dibuang ibunya yang malu karena melahirkan anak haram diluar nikah. Bayangkan.., bahkan Iblis-pun tidak akan sanggup membuang anaknya dengan cara demikian. Pada peristiwa lain seperti diceritakan oleh Ahmad Deedat dalam suatu ceramahnya, beliau mengisahkan kejadian terjangan badai pada suatu kota dipinggir laut di Afrika Selatan. Dalam kondisi darurat tersebut para penduduk melihat seekor anjing sedang berjuang melawan maut karena terseret ombak besar. Mereka lalu berusaha menolong anjing dengan berpegangan tangan, mempertaruhkan nyawa mereka agar bisa menjangkau anjing yang terseret ketengah laut tersebut. Bayangkan lagi, bahkan malaikat-pun tidak akan mau melakukan hal seperti itu.
‘Kebanggaan’ Allah terhadap kesempurnaan manusia tergambar dalam ayat Al-Qur'an ini :
"sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."(At-Tiin:4)
Manusia bisa memuliakan diri mereka melebihi malaikat, dan juga menghinakan diri lebih rendah dari binatang, sebab manusia telah di desain Allah dengan tingkat kesempurnaan yang melebihi dari makhluk manapun.
Munurut perspektif al-Qur'an, apakah manusia itu merupakan makhluk yang
amat zalim (ẓulûm) dan amat bodoh (jahûl) atau ia merupakan seorang khalifah
Allah?
Jawaban:
1. Al-Qur'an
dari satu sisi menyebut kedudukan tinggi manusia dengan berbagai persepsi yang
mulia, manakala dari satu sisi yang lain, terdapat banyak ayat-ayat yang
mencela dan mengecam manusia.
2. Gerakan
manusia yang berada di dalam dua garis lengkung menaik (qaws ṣuʻūd) dan
menurun (qaws nuzūl) adalah infiniti serta tidak terhad dan tanpa
sempadan. Ini disebabkan potensi yang dimilikinya adalah luar biasa.
3. Manusia
merupakan sebuah makhluk dwi-dimensi; dimensi ruḥānī dan malakūtī serta dimensi
haywānī dan nafsānī.
4. Manusia
dapat memanfaatkan kehendak dan pilihan, tidak seperti kewujudan yang lain.
Mereka dapat memilih untuk menyiapkan jalan kehidupan berdasarkan latar
belakang dan sarana.
5. Sesiapa
pun yang meraih makam khalīfah Ilāhī pasti mengikuti hidayah Allah,
menahan serta mengawal dirinya dari penderhakaan dan keinginan haiwani.
Jawaban
Detil:
Melihat sepintas lalu gambaran keseluruhan ayat-ayat
al-Qur'an kita akan mendapati sebuah kesimpulan bahawa secara umumnya, kita menghadapi
dua kelompok manusia:
Bahagian pertama, ayat-ayat yang mengagungkan manusia dan
menyebut “manusia” dengan ungkapan yang sangat mulia dan tinggi. Contoh
ayat-ayat tersebut ialah:
1. "Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki daripada yang baik-baik, dan Kami
utamakan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan." (Qs. Al-Isra [17]:70)
2. "Dan
(ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku
ingin menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau
akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerosakan di
dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan
memuji-Mu dan menyucikan-Mu?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:30)
3. "Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, lalu
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan khuatir akan mengkhianatinya.
Tetapi manusia (berani) memikul amanat itu. Sesungguhnya manusia itu amat zalim
dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu dan menzalimi dirinya
sendiri).” Qs.
Al-Ahzab [33]:72) dan sebagainya.
Akan tetapi terdapat juga sebahagian ayat-ayat yang mencela
manusia, dengan bahasa yang keras mengherdik manusia misalnya dengan redaksi, "Manusia
tidak pernah jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka, dia
menjadi putus asa lagi putus harapan. Dan jika Kami merasakan kepadanya
sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata,
“Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan
jika aku dikembalikan kepada Tuhan-ku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh
kebaikan di sisi-Nya.” Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada
orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada
mereka azab yang keras. Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada
manusia (yang lalai), ia berpaling dan menjauhkan diri. Tetapi apabila ia
ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa." (Qs. Fusshilat
[41]:49-51); atau "Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada
hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi."
(Qs. Syura [42]:27); "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)." (Qs. Ibrahim [22]:34); "Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu
dan menzalimi dirinya sendiri)." (Qs. Al-Ahzab [33]:72); "maka
dengan tidak semena-mena menjadilah ia seorang pembantah yang terang jelas
bantahannya" (Qs. Yasin [36]:77); "Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian." (Qs. Al-Ashr [103]:2) dan
lain-lain lagi.
Dengan menyebut ayat-ayat di atas, maka timbullah pertanyaan
ini, iaitu apakah misteri di sebaliknya? Apakah makna dan kefahaman kedua-dua
golongan daripada ayat-ayat ini yang menunjukkan secara zahirnya masing-masing
bertentangan?
Untuk menjawab pertanyaan ini lebih baik kita ambil bantuan
daripada al-Qur'an sendiri, ini sebabkan sebahagian ayat al-Qur’an menafsirkan
sebahagian yang lain.
Dalam surah al-Bayyinah kita membaca: (Sesungguhnya
orang-orang kafir daripada kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal soleh adalah sebaik-baik makhluk." (Qs. Al-Bayyinah [98]:6-7)
Kedua-dua ayat yang berada di dalam satu surah ini
bersambungan antara satu sama lain. Ia mengingatkan “insan” sebagai makhluk
yang terbaik dan terburuk. Subjek yang diterangkan merupakan garis lengkuk
menaik dan menurun. Ini bermakna, sekiranya seseorang itu memiliki iman dan
amalan soleh maka ia menjadi ciptaan Allah yang terbaik. Jikalau seseorang itu
menuruti jalan kekufuran, kesesatan, meragui agama dan membantah maka
prestasinya menurun dan menjadi sejahat-jahat ciptaan.
Imam Ali (a.s) dalam sebuah riwayat berkata: "Allah
(s.w.t) menciptakan makluk alam semesta atas tiga jenis: Para malaikat, haiwan
dan manusia. Para malaikat memiliki akal tapi tidak mempunyai syahwat dan
amarah. Haiwan memiliki sekumpulan syahwat, amarah dan tidak berakal. Namun
manusia adalah mendominasi himpunan daripada kedua-duanya. Sekiranya akal
mengatasi syahwatnya maka ia lebih baik daripada malaikat. Jikalau syahwat yang
menguasainya maka ia lebih rendah dari pada hewan.
Daripada riwayat ini dapatlah diambil kesimpulan bahawa
sebagaimana manusia merupakan entiti dwi-dimensi (dimensi rohani dan jasmani),
kecenderungannya juga terdiri daripada dua jenis (kecenderungan dan
ketertarikan maknawi, serta kecenderungan haiwani dan jasmani) sehingga ia
dapat dengan menggunakan kehendak dan pilihan yang dianugerahkan Tuhan
kepadanya, ia memilih salah satu daripada dua kecenderungan tersebut dan
mencapai kedudukan tinggi kemanusiaannya, atau sehingga ia terjatuh atau dengan
bahasa al-Qur'an seburuk-buruk makhluk atau lebih rendah lagi.
Kerana itu,
ayat-ayat nurani al-Qur'an menyingkap realiti ini, iaitu seluruh manusia
mempunyai kekuatan dan potensi supaya dapat menjadi sebaik-baik dan
semulia-mulia makhluk, bahkan lebih mulia daripada para malaikat. Demikianlah
sehingga ketika ia merealisasikan seluruh potensi ini maka ia dapat mencapai
martabat khalifatullah. Namun sekiranya ia tidak memanfaatkan dan memberdayakan
berbagai potensi Ilahiah ini sebaik mungkin, atau bahkan merosakkannya, maka ia
menjadi sasaran kecaman Ilahi di mana contoh-contohnya telah kami utarakan
dalam tulisan ringkas ini.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan
untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami [ayat-ayat Allah] dan mereka
mempunyai mata [tetapi] tidak dipergunakan untuk melihat [tanda-tanda kekuasaan
Allah] dan mereka mempunyai telinga [tetapi] tidak dipergunakan untuk mendengar
[ayat-ayat Allah]. Mereka itu seperti binatang ternakan, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." ~ Al-A'raaf : 179.
KESIMPULAN
Kita memohon kepada Allah, agar
dijauhkan dari pada segala ciri-ciri ini, dan menerafkan diri sebagai Khalifah
di atas muka bumi. Sekalian umat Islam perlu memiliki kekuatan untuk mengubah
persepsi yang mengambil ringan tuntutan "Amar Makruf Nahi Mungkar",
sehingga berleluasanya kemaksiatan dan kecelaruan nilai dalam kehidupan
bermasyarakat.
No comments:
Post a Comment